PAILIT
PENGERTIAN
:
Pailit
dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak
mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt
sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud
memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian
adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak
dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk
dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut
Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.
Sedangkan Pengertian Kepailitan
berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap
semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh
Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah
sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua
kreditornya.
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Kepailitan peninggalan
pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama
yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93
Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak
diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah
Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu. Akan
tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan
peninggalan Belanda diberlakukan kembali.
Pada tahun 1998 dimana Indonesia
sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan
terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai
kepailitan sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda.
Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan
aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya
dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya
dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya
UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.
Perkembangan Substansi Hukum
Terdapat sebahagian perubahan
mengenai substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan
kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:
1.
Pada Failisment Verordenning tidak
dikenal adanya kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus
kepailitan sehingga proses penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab
Undang-undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU
No.1 Tahun 1998 diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena
ditentukan masalah Frame Time.
2.
Pada Failisment Verordening hanya
dikenal satu Kurator yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan. Para
kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan
dan terkesan lamban sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator
Swasta.
3.
Upaya Hukum Banding dipangkas,
maksudnya segala upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya
dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya
dapat dilakukan Kasasi sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut
dikarenakan lamanya waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding
diperbolehkan.
4.
Dalam Aturan yang baru terdapat Asas
Verplichte Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan
hanya Penasihat Hukum yang telah mempunyai/memiliki izin praktek.
5.
Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah
1 pihak lagi yang dapat mengjaukan permohonan kepailitan.
Pertanyaan:
UU Kepailitan melindungi siapa? apakah Melindungi Pihak Kreditor atau Debitor?
Jawab: Melndungi hak kedua-dua pihak baik kreditor maupun debitor, hal tersebut terdapat dalam pasal-pasal UUK. Mengenai Pasal-pasal tersebut dapat dilihat dalam pembahasan mengenai Hukum Kepailitan selanjutnya.
Jawab: Melndungi hak kedua-dua pihak baik kreditor maupun debitor, hal tersebut terdapat dalam pasal-pasal UUK. Mengenai Pasal-pasal tersebut dapat dilihat dalam pembahasan mengenai Hukum Kepailitan selanjutnya.
Syarat-Syarat Untuk Mengajukan
Permohonan Pailit
- Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
- Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.
Siapakah
Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?
Adapun Udang-undang mengatur
pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:
1.
Pihak Debitor itu sendiri
2.
Pihak Kreditor
3.
Jaksa, untuk kepentingan umum
4.
Dalam hal Debitornya adalah Bank,
maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
5.
Dalam hal Debitornya adalah
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan
pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
6.
Dalam hal Debitornya adalah
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang
bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri
Keuangan.
Yang
perlu diingat sehubungan dengan para pihak-pihak yang mengajukan permohonan
pailit harus dapat diketahui apabila seorang pemohon tersebut adalah Debitor
orang-perorangan dalam prosesnya maka harus ditinjau terlebih dahulu apakah
pihak tersebut masih terikat dalam suatu perkawinan dan apakah perkawinan
tersebut mempunyai perjanjian pemisahan harta?. Hal sangat penting sekali sebab
orang yang terikat dalam suatu perkawinan(baik suami maupun istri) yang tidak
mempunyai perjanjian pemisahan harta (maka ada harta bersama/campuran) tidak
dapat mengajukan permohonan pailit tanpa sepengetahuan pasangannya(suami /istri)
, adapun alasannya arena pailit itu mempunyai akibat hukum terhadap harta.
Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan
di Indonesia
Adapun pengaturan mengenai
kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:
- UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
- UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
- UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
- UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
- Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
- Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)
Sumber
: http://hukum-area.blogspot.com/2009/11/hukum-kepailitan-pengantar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar