MEMBUAT
DAN MEMBUBARKAN   (PT)
Ø PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT)
-        
P.T.  
mempunyai  nama  dan 
tempat  kedudukan  dalam 
wilayah negara R.I. yang ditentukan dalam Anggaran Dasar 
-        
P.T.  
mempunyai   alamat     lengkap    
sesuai    dengan    tempat kedudukannya 
-        
P.T.  
didirikan   oleh   2   orang  
atau  lebih  dengan 
Akta  Notaris yang dibuat dalam
Bahasa Indonesia
-        
Setiap pendiri P.T. wajib mengambil
bagian saham pada saat P.T. didirikan 
-        
Akta Pendirian harus disahkan oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I
-        
Akta Pendirian  yang  telah  disahkan 
tersebut  didaftarkan  dalam 
Daftar  Perseroan yang
diselenggarakan  oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia R.I
-        
Akta 
Pendirian  yang  telah  
disahkan   dan   didaftarkan tersebut selanjutnya diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara R.I
-        
Perbuatan hukum   yang  
berkaitan   dengan   kepemilikan 
saham  dan   penyetorannya   yang  
dilakukan  oleh calon pendiri sebelum
P.T. didirikan, harus dicantumkan dalam Akta Pendirian P.T
-        
Apabila perbuatan hukum tersebut
dinyatakan dalam bentuk  akta  yang bukan akta otentik, maka akta tersebut
dilekatkan pada Akta  Pendirian P.T
-        
Apabila perbuatan hukum tersebut
dinyatakan dalam  bentuk akta  otentik maka 
nomor, tanggal dan nama 
serta  tempat  kedudukan notaris yang membuat akta otentik
tersebut disebutkan dalam Akta Pendirian P.T
-        
Dalam  
hal   ketentuan  tersebut 
di   atas   tidak  
dipenuhi   maka  perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan
hak  dan 
kewajiban serta tidak mengikat P.T
-        
Perbuatan hukum  yang 
dilakukan  oleh  calon 
pendiri  untuk  kepentingan P.T.  yang 
belum  didirikan,  mengikat 
P.T.  setelah  P.T. 
menjadi   badan   hukum, jika 
RUPS  pertama  P.T. 
secara   tegas   menyatakan 
menerima   atau   mengambil  
alih   semua   hak  
dan   kewajiban   yang  
timbul   dari perbuatan hukum
tersebut 
-        
RUPS pertama harus diselenggarakan dalam
jangka  waktu  paling 
lambat 60 hari setelah P.T. memperoleh status badan hukum 
-        
Keputusan  RUPS 
hanya sah jika dihadiri  oleh  semua 
pemegang  saham dengan hak suara
dan keputusan disetujui dengan suara bulat 
-        
Apabila 
RUPS  tidak  diselenggarakan  dalam 
jangka waktu  paling lambat 60  hari 
setelah  P.T.  memperoleh status badan hukum atau  RUPS 
tidak   berhasil   mengambil 
keputusan,  setiap   calon  
pendiri  yang   melakukan 
perbuatan  hukum  tersebut bertanggung jawab secara pribadi
atas  segala akibat yang timbul 
-        
Persetujuan  RUPS 
tersebut  tidak  diperlukan 
apabila  perbuatan  hukum tersebut dilakukan atau disetujui
secara tertulis oleh  semua  calon 
pendiri sebelum pendirian P.T
-        
Selama pengesahan belum diperoleh, P.T.
dalam  pendirian  masih 
belum merupakan suatu badan hukum, para pendiri diwajibkan untuk
mengajukan permohonan pengesahan kepada 
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I
-        
Perbuatan hukum atas nama P.T. yang
belum  memperoleh  status 
badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi
bersama-sama semua   pendiri   serta  
semua   anggota    Dewan  
Komisaris    P.T.   dan mereka  
semua   bertanggung   jawab  
secara   tanggung   renteng   
atas  perbuatan  hukum   tersebut.  
Perbuatan  hukum  tersebut 
karena  hukum menjadi tanggung
jawab P.T. setelah P.T. menjadi badan hukum 
-        
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pendiri atas nama P.T. yang belum memperoleh status badan hukum menjadi  tanggung 
jawab  pendiri  yang bersangkutan dan tidak mengikat P.T.
Perbuatan  hukum  tersebut 
hanya mengikat dan  menjadi  tanggung 
jawab  P.T.  setelah 
perbuatan  hukum tersebut  disetujui 
oleh semua  pemegang saham dalam
RUPS (pertama) yang dihadiri oleh semua 
pemegang  saham  P.T. yang 
diselenggarakan paling lambat 60 hari setelah P.T. memperoleh status
badan hukum 
Ø PEMBUBARAN PT
Dalam praktek
pembubaran Perseroan menurut UU 40/2007 akibat keputusan RUPS ternyata terdapat
inkonsistensi pelaksanaan pasal 152 ayat 5 UU 40/2007 yang mengatur tentang
pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama
Perseroan dalam Daftar Perseroan.  Pembubaran
Perseroan dalam UU 40/2007 diatur dalam pasal 142 sampai dengan pasal 152,
dimana yang berbeda dengan pengaturan dalam UU 1/1995(pasal 114 s/d pasal 124)
adalah mengenai berakhirnya status badan hukum Perseroan. Dalam UU 40/2007
ditegaskan bahwa Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan
yaitu setelah mendapatkan pemberitahuan dari Likuidator tentang hasil akhir
proses likuidasi yang dicantumkan dalam RUPS "terakhir".
Untuk lebih jelasnya berikkut ini diuraikan langkah-langkah pembubaran PT berdasarkan RUPS :
Untuk lebih jelasnya berikkut ini diuraikan langkah-langkah pembubaran PT berdasarkan RUPS :
1.     Pelaksanaan
RUPS dengan materi acara Pembubaran PT diikuti dengan penunjukan Likuidator
untuk melakukan proses likuidasi ( pasal 142 ayat 1 dan 2 )
2.     Dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, Likuidator
harus mengumumkan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia
serta memberitahukan kepada Menteri ( pasal 147 ayat 1). Catatan : Dalam
tahap ini Menteri hanya mencatat bahwa Perseroan dalam likuidasi.
3.     Dalam
tahap pemberesan harta kekayaan Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan dalam
Surat Kabar dan BNRI mengenai Rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (pasal
149 ).
4.     Dan
terakhir diadakan RUPS tentang pertangggung jawaban Likuidator dalam
melaksanakan proses likuidasi, sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan
kepada Likuidator; yang diikuti pengumuman dalam Surat Kabar mengenai hasil
akhir proses likuidasi dan pemberitahuan kepada Menteri.(pasal 152 ayat
3)
5.     Menteri
mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan
dari Daftar Perseroan diikuti dengan pengumuman dalam BNRI (pasal 152 ayat 5 jo
ayat 8).
Singkatnya Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar ( mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi ) dan 1 kali dalam BNRI (mengenai pembubaran), serta memberitahukan kepada Menteri 2 kali (mengenai pembubaran dan hasil akhir likuidasi).
Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan pasal 152 ayat 3 (proses pemberitahuan hasil akhir likuidasi ) ternyata data di database sisminbakum telah dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali melaporkan/memberitahukan pembubaran Perseroan, seketika itu pula Menteri ( melalui Sisminbakum ) melakukan pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan. ( seharusnya Menteri hanya melakukan pencatatan bahwa Perseroan dalam proses likuidasi ).
Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS "terakhir" yang berisi hasil akhir proses likuidasi dan pelunasan serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan
kepada Menteri melalui Sismnbakum, oleh karena data Perseroan telah dihapus.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah implikasinya bagi likuidator bila prosedure pasal 152 ayat 3 UU 40/2007 tidak dilaksanakan ? Menurut penulis terhadap permasalahan ini perlu diadakan analisa yang lebih mendalam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kapan status badan hukum suatu Perseroan benar-benar berakhir; yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun pada saat telah dilakukan pemberesan dan pertanggungjawaban likuidator telah diterima oleh RUPS demikian sesuai pasal 143 UU 40/2007 ayat 1.
Singkatnya Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar ( mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi ) dan 1 kali dalam BNRI (mengenai pembubaran), serta memberitahukan kepada Menteri 2 kali (mengenai pembubaran dan hasil akhir likuidasi).
Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan pasal 152 ayat 3 (proses pemberitahuan hasil akhir likuidasi ) ternyata data di database sisminbakum telah dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali melaporkan/memberitahukan pembubaran Perseroan, seketika itu pula Menteri ( melalui Sisminbakum ) melakukan pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan. ( seharusnya Menteri hanya melakukan pencatatan bahwa Perseroan dalam proses likuidasi ).
Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS "terakhir" yang berisi hasil akhir proses likuidasi dan pelunasan serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan
kepada Menteri melalui Sismnbakum, oleh karena data Perseroan telah dihapus.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah implikasinya bagi likuidator bila prosedure pasal 152 ayat 3 UU 40/2007 tidak dilaksanakan ? Menurut penulis terhadap permasalahan ini perlu diadakan analisa yang lebih mendalam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kapan status badan hukum suatu Perseroan benar-benar berakhir; yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun pada saat telah dilakukan pemberesan dan pertanggungjawaban likuidator telah diterima oleh RUPS demikian sesuai pasal 143 UU 40/2007 ayat 1.
SUMBER:
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar